Secara defenitif, dinamakan sebuah pertanyaan (al-su’al) sebagai sebuah perkataan yang menjadi permulaan (ibtida’). Sedangkan jawaban (al-jawab) merupakan perkataan yang dikembalikan kepada si penanya atau kepada konteks pembicaraan. Syeikh Khalid Abd al-Rahman al-‘Akk dalam bukunya Ushul al-Tafsir wa Qawa’iduhu menjelaskan bahwa di dalam Al quran terdapat bentuk-bentuk pertanyaan dan jawaban yang dapat dibagi atas beberapa bentuk, yaitu: Jawaban yang bersambung dengan pertanyaan; Jawaban yang terpisah dari pertanyaan; Jawaban yang tersembunyi; Jawaban yang hanya menyebutkan pertanyaan; Dua jawaban untuk satu pertanyaan; Satu jawaban untuk dua pertanyaan; Jawaban yang mahdzuf; Jawaban yang tidak berhubungan dengan pertanyaan; Jawaban yang terdapat pada konteks pembicaraan; Jawaban yang terdapat pada akhir pembicaraan; Jawaban yang masuk kedalam pertanyaan; Jawaban yang tergantung pada suatu masa atau waktu; dan Jawaban yang berupa larangan. (al-‘Ak, 1994: 318)
Jawaban yang bersambung dengan
pertanyaan adalah pertanyaan dan jawaban yang terdapat pada satu ayat
dan tidak terpisah dengan ayat selanjutnya. Contoh dari jawab maushul
ini banyak terdapat pada surat al-Baqarah yaitu pada ayat 189, 215, 217,
219, 220, 222 dan pada surat-surat yang lain. Misalnya pertanyaan
tentang madza yunfiqun:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan? Katakanlah: yang lebih dari keperluan….” (QS. al-Baqarah: 219).
Jawaban yang terpisah
dengan pertanyaan. Jawaban ini dibagi menjadi dua jenis: pertama,
pertanyaan dan jawaban yang berada pada satu surat. Sebagaimana firman
Allah: “ Dan mereka berkata: mengapa rasul ini memakan makanan” (QS.
Al-Furqan:7) dan jawabannya: “Dan kami tidak mengutus rasul-rasul
sebelum kamu melainkan mereka sungguh memakan makanan” (QS. Al-Furqan:
20). Kedua, pertanyaan dan jawaban terpisah pada dua surat, sebagaimana
firman Allah: “ Siapakah yang Maha pemurah” (QS. Furqan: 60), maka
jawabannya terdapat dalam surat yang lain: “ Tuhan yang Maha pemurah.
Yang telah mengajarkan al-Qur’an. Dia telah menciptakan manusia.”(QS.
Al-Rahman: 1-3).
Jawaban yang tersembunyi
yaitu adanya pertanyaan dalam sebuah ayat, namun tidak ditemukan
jawabannya atau tersembunyi. Misalnya firman Allah: “ Dan sekiranya ada
suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat
diguncangkan, atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya, orang yang
sudah mati dapat berbicara..” (QS. Al-Ra’du: 31). Pada ayat tersebut
tidak terlihat atau tersembunyi jawabannya, sedangkan jawaban dari
pertanyaan tersebut tak lain adalah kitab suci al-Qur’an.
Jawaban yang hanya menyebutkan pertanyaan. Bentuk jawaban seperti ini terdapat dalam firman Allah:
“Dan tidaklah Allah akan menyia-nyiakan iman kamu” (QS. Al-Baqarah: 143)
Jawaban ini merupakan
jawaban dari orang-orang yang menanyakan kepada Nabi Muhammad saw:
bagaimana dengan mereka yang salat ke arah Baitul Maqdis sebelum
pemindahan kiblat ke Baitullah?.
Dua
jawaban untuk satu pertanyaan. Seperti firman Allah: “Mengapa Al quran
tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah
dan Thaif)” (QS. Zukhruf: 31). Terdapat dua jawaban atas pertanyaan
tersebut: pertama, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-mu”
(QS. Zukhruf: 32) kedua, “Dan Tuhan-mu menciptakan apa yang Dia
kehendaki dan memilihnya” (QS. Qashash: 68)
Satu
jawaban untuk dua pertanyaan. Seperti firman Allah: “Dan sekiranya
tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah
maha penyantun lagi maha penyayang (niscaya kamu mendapat azab yang
besar)” (QS. Nur: 20). Ayat tersebut merupakan jawaban dari dua
pertanyaan yang terdapat pada hadis ifqi.
Jawaban yang mahdzuf.
Contohnya seperti firman Allah: “Maka apakah orang yang berpegang pada
keterangan dari Tuhannya..” (QS. Muhammad:14). Jawabannya adalah
mahdzuf, yakni keadaan seseorang tersebut sama seperti keadaan orang
yang menginginkan perhiasan kehidupan dunia. (al-‘Ak, 1994: 319) Jika
dilihat lanjutan ayat disebutkan bahwa: ..sama dengan orang yang
(syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan
mengikuti hawa nafsunya?. Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah
membandingkan antara orang yang berpegang dengan keterangan Allah dengan
orang yang mengikuti syaithan dan hawa nafsunya. Mahdzuf dari
pertanyaan ini bahwa pertanyaan pertama sudah cukup untuk menggugurkan
pertanyaan yang kedua.
Jawaban yang tidak berhubungan dengan pertanyaan. Sebagaimana firman Allah: “Dan Ibrahim ketika ia berkata kepada kaumnya: Sembahlah Allah dan bertaqwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu” (QS. Al-Ankanbut: 16) jawabannya: “Maka tidak ada jawaban dari kaum Ibrahim kecuali mengatakan, bunuhlah! Atau bakarlah dia.” (QS. Al-Ankanbut: 24)
Jawaban yang tidak berhubungan dengan pertanyaan. Sebagaimana firman Allah: “Dan Ibrahim ketika ia berkata kepada kaumnya: Sembahlah Allah dan bertaqwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu” (QS. Al-Ankanbut: 16) jawabannya: “Maka tidak ada jawaban dari kaum Ibrahim kecuali mengatakan, bunuhlah! Atau bakarlah dia.” (QS. Al-Ankanbut: 24)
Jawaban yang
terdapat pada konteks pembicaraan. Sebagaimana firman Allah: “Shad. Demi
Al quran sebagai pengingat” (QS. Shad: 1) jawaban tersebut merupakan
jawaban atas dugaan kaum kafir bahwa Nabi Muhammad saw., bukanlah rasul
yang haq, maka turunlah ayat ini yang dikuatkan dengan sumpah sebagai
penguat atas risalah Nabi saw.
Jawaban yang terdapat pada akhir pembicaraan. Sebagaimana firman Allah: “Sungguh ada yang mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga.” Jawabannya terdapat pada akhir ayat: “Katakanlah, Tuhan-ku yang lebih mengetahui jumlah mereka” (QS. Khafi: 22) Jawaban yang masuk kedalam pertanyaan. Sebagaimana firman Allah: “…barang apakah yang hilang dari kamu? Mereka berkata: kami kehilangan tempat minum raja” (QS. Yusuf: 71-72)
Jawaban yang tergantung pada suatu waktu atau masa. Sebagaimana firman Allah: “Berdoalah, niscaya akan Ku-kabulkan bagimu”(QS. Mukminun: 60). Kemudian para sahabat bertanya: kapan waktu dikabulkannya doa? Maka turunlah firman Allah: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa aku sangat dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi segala perintahku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka tetap dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186). Jadi apabila bila seseorang ingin dikabulkan doanya kepada Allah, maka waktu dikabulkannya doa tersebut adalah pada saat seseorang benar-benar beriman dan mematuhi segala perintah dari Allah SWT.
Jawaban yang berupa larangan. Sebagaimana firman Allah: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam dirinya.” (QS. Al-Ahzab: 32) ini merupakan jawaban sekaligus larangan terhadap para istri nabi dan rasul untuk tidak menundukkan wajah ketika berbicara pada orang lain karena akan menimbulkan mudharat bagi istri-istri nabi dan rasul tersebut.
Jawaban yang terdapat pada akhir pembicaraan. Sebagaimana firman Allah: “Sungguh ada yang mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga.” Jawabannya terdapat pada akhir ayat: “Katakanlah, Tuhan-ku yang lebih mengetahui jumlah mereka” (QS. Khafi: 22) Jawaban yang masuk kedalam pertanyaan. Sebagaimana firman Allah: “…barang apakah yang hilang dari kamu? Mereka berkata: kami kehilangan tempat minum raja” (QS. Yusuf: 71-72)
Jawaban yang tergantung pada suatu waktu atau masa. Sebagaimana firman Allah: “Berdoalah, niscaya akan Ku-kabulkan bagimu”(QS. Mukminun: 60). Kemudian para sahabat bertanya: kapan waktu dikabulkannya doa? Maka turunlah firman Allah: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa aku sangat dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi segala perintahku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka tetap dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186). Jadi apabila bila seseorang ingin dikabulkan doanya kepada Allah, maka waktu dikabulkannya doa tersebut adalah pada saat seseorang benar-benar beriman dan mematuhi segala perintah dari Allah SWT.
Jawaban yang berupa larangan. Sebagaimana firman Allah: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam dirinya.” (QS. Al-Ahzab: 32) ini merupakan jawaban sekaligus larangan terhadap para istri nabi dan rasul untuk tidak menundukkan wajah ketika berbicara pada orang lain karena akan menimbulkan mudharat bagi istri-istri nabi dan rasul tersebut.
Posting Komentar