KECERDASAN MENURUT AL-QURAN
Abdur Rokhim Hasan
Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna (Q.S. At-Tin: 5). Secara fisik, manusia memiliki struktur tubuh
yang sangat sempurna, ditambah lagi dengan pemberian akal, maka ia
adalah makhluk jasadiyah dan ruhaniyah. Akal yang dianugrahkan kepada manusia memiliki tingkatan kecerdasan yang berbeda-beda.
Banyak orang meyakini bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki kemampuan Intelligence Quotient
(IQ) yang tinggi, namun pada kenyataannya, tidak semua orang yang
memiliki kemampuan IQ yang tinggi itu memiliki kemampuan adaptasi,
sosialisi, pengendalian emosi, dan kemampuan spiritual. Banyak orang
yang memiliki kecerdasan IQ, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk
bergaul, bersosialisai dan membangun komunikasi yang baik dengan orang
lain. Banyak juga orang yang memiliki kemampuan IQ, tapi ia tidak
memiliki kecerdasan dalam melakukan hal-hal yang dapat menentukan
kebehasilannya di masa depan, prioritas-prioritas apa yang mesti
dilakukan untuk menuju sukses dirinya.
Pada tahun 2004 Tes IQ menjadi tren di SD-SD di
berbagai kota besar. Untuk meningkatkan “gengsi”, sekolah ramai-ramai
menyeleksi anak-anak yang hendak masuk sekolah dengan tes IQ . Mereka
berteori bahwa sekolah yang baik adalah jika para siswanya
pintar-pintar, dan siswa yang pintar itu jika IQ-nya di atas rata-rata.
Karena itulah mereka menyelenggarakan tes IQ. Meskipun mereka kurang
begitu memahami kerangka landasan teoretis dan filosofisnya; untuk apa
tes IQ itu, apa kelemahan dan kelebihannya, dan kapan semestinya hal itu
dilakukan [1].
Dalam pendahuluan bukunya, Revolusi IQ/EQ/SQ, Taufik Pasiak
mengungkapkan bahwa di antara dokter yang lulus tepat waktu (6,5 – 7
tahan) dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) di atas 3,0 merupakan
dokter-dokter yang gagal, baik sebagai kepala Puskesmas maupun dokter
praktik swasta. Ketika menjadi kepala Puskesmas, mereka menjadi pemimpin
yang gagal. Ketika membuka praktik, mereka kekurangan pasien, sementara
kawan-kawan mereka hampir drop out karena terlalu lama sekolah juga
dengan IPK biasa, justru menjadi dokter-dokter yang berhasil ketika
bekerja di lingkungan masyarakat. Di antaranya bahkan menjadi dokter
teladan [2].
Intelligence Quotient (IQ) telah memonopoli
teori kecerdasan. Kecerdasan seseorang hanya diukur lewat hasil tes
inteligensi, yang logis-matematis, kuantitatif dan linear. Akibatnya,
sisi-sisi kecerdasan manusia yang lainnya terabaikan. Hegemoni teori
kecerdasan IQ memang tidak terlepas dari latar belakang historis,
ilmiah, dan kultural. Secara historis, teori kecerdasan IQ memang
merupakan teori kecerdasan pertama dan sudah berumur 200 tahun lebih,
yang dimulai dari Frenologi Gall[3].
Pada awalnya, dikenal bahwa kecerdasan seseorang
adalah mereka yang memilki kualitas IQ yang sangat tinggi, Hal demikian
tidaklah salah karena pada awal sejarah perkembangannya, untuk
mengetahui tingkat kecerdasan seseorang adalah dengan mengetahui IQ
nya. Orang yang pertama kali berpikir mengenai mungkinnya dilakukan
pengukuran intelegensi atau kecerdasan adalah Galton, sepupu Darwin. Hal
yang mendorongnya untuk memiliki pemikiran demikian adalah karena
Galton tertarik pada perbedaan-perbedaan individual dan pada hubungan
antara hereditas dan kemampuan mental. Menurut Galton ada dua kualitas
umum yang dapat membedakan antara orang yang lebih cerdas (more intelligent) dari orang yang kurang cerdas (less intelligent)
yaitu energi dan sensitivitas. Menurutnya, orang cerdas itu memiliki
tingkat energi yang istimewa dan sensitivitas terhadap rangsangan di
sekitarnya.
Mengacu kepada kesimpulan Howard Gardner,
temuan-temuan ilmiah bagi perkembangan teori kecedasan manusia,
sesungguhnya juga sudah lama ditemukan oleh saintis, terutama
neuro-saintis. Sampai akhirnya Howard Gardner yang dengan sangat serius
menstudinya, dan ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan
manusia itu tidak tunggal, tapi majmuk, bahkan tak terbatas. Belakangan
teori kecerdasan Howard Gardner ini dikenal dengan Multiple Intelligence (Kecerdasan Majmuk) ya’ni Linguistic Intelligence (Kecerdasan Bahasa) Logico-Mathematical Intelligence (Kecerdasan Logis-Matematis); Visual-Spatial Intelligence (Kecerdasan Visual-Spasial); Bodily-Kinesthetic Intelligence (Kecerdasan Kinestetik); Musical Intelligence (Kecerdasan Musik); Interpersonal Intelligence (Kescerdasan Antarpribadi); Intrapersonal Intelligence (Kecerdasan Intrapesonal); dan Natural Intelligence (Kecerdasan Natural)[4].
Melalui makalah ini, Penulis ingin mengungkap sesungguhnya kecerdasan macam apakah yang dikehendaki oleh al-Qur’an.
Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan didefinisikan bermacam-macam. Para ahli,
termasuk para psikolog, tidak sepakat dalam mendefinisikan apa itu
kecerdasan. Bukan saja karena definisi kecerdasan itu berkembang,
sejalan dengan perkembangan ilmiah menyangkut studi kecerdasan dan
sains-sains yang berkaitan dengan otak manusia, seperti neurologi, neurobiologi atau neurosains dan penekanannya. Tetapi juga karena penekanan definisi kecerdasan tersebut, sudah barang tentu akan sangat bergantung, pertama, pada pandangan dunia filsafat manusia, dan filsafat ilmu yang mendasarinya. Kedua, bergantung pada teori kecerdasan itu sendiri. Sebagai contoh, teori kecerdasan IQ sudah barangtentu akan berbeda dengan teori Emosioal Intelligence (IQ) dan Spiritual Quotient
(SQ) dalam mendefinisikan kecerdasan. Namun demikian, semakin tak
terbantahkan bahwa teori IQ semakin tergugat dan dipandang memiliki
seperangkat kelemahan, baik dalam arti ilmiah maupun metodologis.
Walaupun para ahli tidak sepakat dalam mendefinisikan
apa itu kecerdasan. Bahkan menurut Morgan sebagaimana dikutip oleh Agus
Efendi, kecerdasan itu sulit didefinisikan, namun penulis menghadirkan
definisi kecerdasan yang mungkin bisa mewakili dari sekian banyak
definisi. Menurut Howard Gordner definisi kecerdasan sebagaimana dikutip
oleh Agus Efendi, adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alfred binet dan Theodore Simon, kecerdasan
terdiri dari tiga komponen : (1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau
tindakan, (2) kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut
telah dilakukan, dan (3) kemampuan mengkritik diri sendiri[5].
Definisi kecerdasan lain adalah definisi kecerdasan
dari Piaget, Menurut William H. Calvin, dalam bukunya How Brain Thinks
(Bagaimana otak berfikir?), Piaget mengatakan, “Intelligence is what you
use when you don’t know what to do” (Kecerdasan adalah apa yang kita
gunakan pada saat kita tidak tahu apa yang harus dilakukan).” Sehingga
menurut Calvin, seseorang itu dikatakan smart jika ia terampil
dalam menemukan jawaban yang benar untuk masalah pilihan hidup. Sedang
menurut Sternberg, 65 tahun setelah simposium Journal Psikologi Pertama,
24 orang ahli diminta untuk mengajukan definisi kecerdasan, mereka
mengaitkan kecerdasan tersebut dengan tema belajar dari pengalaman dan
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Lebih dari para ahli
sebelumnya, mereka menekankan pengertian kecerdasan pada peranan
metakognisi- pemahaman orang dan kontrol atas proses berpikir mereka
(seperti selama melakukan pemecahan masalah, penalaran, dan pembuatan
keputusan) dan lebih menekankan pada peranan budaya. Seseorang yang
dipandang cerdas dalam sebuah budaya boleh jadi dipandang bodoh dalam
budaya yang lain[6]. Begitulan, banyanya definisi kecerdasan, sesuai dengan banyaknya jenis-jenis kecerdasan itu sendiri.
Dalam literatur Islam ada beberapa kata yang
apabila ditinjau dari pengertian etimologi memiliki makna yang sama atau
dekat dengan kecerdasan, antara lain :
- Al-fathanah atau al-fithnah, yang artinya cerdas, juga memiliki makna sama dengan al-fahm (paham) lawan dari al-ghabawah (bodoh)[7].
- Adz-dzaka’ yang berarti hiddah al-fuad wa sur’ah al-fithnah (tajamnya pemahaman hati dan cepat paham)[8]. Ibn Hilal al-Askari membedakan antara al-fithnah dan adz-dzaka’, bahwa adz-dzaka’ adalah tamam al-fithnah[9] (kecedasan yang sempurna).
- Al-hadzaqah , di dalam kamus Lisan al-’Arab, al-hadzaqah diberi ma’na al-Maharah fi kull ‘amal (mahir dalam segala pekerjaan)[10].
- An-Nubl dan an-Najabah, menurut Ibn Mandzur an-Nubl artinya sama dengan adz-dzaka’ dan an-najabah ya’ni cerdas[11].
- An-Najabah, berarti cerdas.
- Al-Kayyis, memiliki ma’na sama dengan al-’aqil (cerdas).Rasulullah saw. Mendefinisikan kecerdasan dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana dalam hadits berikut :
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ [12] (رواه الترمذي)
“Dari Syaddad Ibn Aus, darr Rasulullah
saw. Bersabda : orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya
dan beramal untuk persiapan sesudah mati (H.R. At-Tirmidzi)”.
Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin
pada bab pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang
mulia memilki asas dan segala etika memiliki sumber, asas bagi segala
kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah akal. Lebih lanjut
Al-Mawardi menyimpulkan definisi akal yaitu pengetahuan tentang hal-hal
yang diketahui secara langsung[13].
Kecerdasan Menurut Al-Quran
Apabila kita meneliti ayat-ayat al-Quran, kata-kata
yang memiliki arti kecerdasan, sebagaimana yang telah dijelaskan
tersebut di atas, yaitu al-Fathanah, adz-dzaka’, al-hadzaqah, an-nubl, an-najabah, dan al-kayyis
tidak digunakan oleh al-Quran. Definisi Kecerdasan secara jelas juga
tidak ditemukan, tetapi melalui kat-kata yang digunakan oleh al-Qur’an
dapat disimpulkan makna Kecerdasan. Kata yang banyak digunakan oleh
al-Quran adalah kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan,
seperti kata yang seasal dengan kata al-’aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja, seperti kata ta’qilun. Para ahli tafsir, termasuk di antaranya Muhammad Ali Al-Shabuni, menafsirkan kata afala ta’qilun “apakah kamu tidak menggunakan akalmu”[14].
Dengan demikian Kecerdasan menurut al-Quran diukur dengan penggunaan
akal atau kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang
lain.
Kata-kata yang memiliki makna yang dekat (mirip) dengan Kecerdasan yang banyak digunakan di dalam al-Quran adalah :
- Al-‘Aql, yang berarti an-Nuha (kepandaian, kecerdasan).Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena memang akal dapat menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya[15] .Kata ‘aql tidak pernah disebut sebagai nomina (ism), tapi selalu dalam bentuk kata kerja (fi’l). Di dalam al-Quran kata yang berasal dari kata ‘aql berjumlah 49 kata, semuanya berbentuk fi’l mudhari’, hanya 1 yang berbentuk fi’l madhi. Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang seasal dengan kata ‘aql, dipahami bahwa al-Quran sangat menghargai akal, dan bahkan Khithab Syar’i (Khithab hukum Allah) hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal. Banyak sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya. Di sisi lain penggunaan kata yang seasal dengan ‘aql tidak berbentuk nomina (ism) tapi berbentuk kata kerja (fi’l) menunjukkan bahwa al-Quran tidak hanya menghargai akal sebagai kecerdasan intelektual semata, tapi al-Quran mendorong dan menghormati manusia yang menggunakan akalnya secara benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sternberg yang dikutip oleh Agus Efendi, “Tes IQ sesungguhnya bukan pada seberapa banyak kecerdasan yang anda miliki dalam otak anda. Akan tetapi bagaimana anda menggunakan kecerdasan yang harus anda buat menjadi dunia yang lebih baik bagi diri anda sendiri, dan orang lain” Walhasil, kecerdasan bukanlah yang anda miliki, Kecerdasan lebih merupakan sesuatu yang anda gunakan[16]. Itulah yang dimaksud dengan kecerdasan majmuk sebagaimana disampaikan oleh Horward Gordner, kecerdasan yang mencakup banyak aspek kehidupan, bukan kecerdasan intelektual semata.
Bentuk dari kata ‘aql yang dirangkaikan dalam sebuah kalimat pertanyaan, seperti afala ta’qilun
(apakah kamu tidak menggunakan akalmu) terdapat 13 buah di dalam
al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempertanyakan
kecerdasan mereka, dengan akal yang sudah diberikan.
- Al-Lubb atau al-Labib, yang bearti al-’aql atau al-’aqil, dan al-labib sama dengan al-’aql[17]. Di dalam al-Quran Kata al-albab disebut 16 kali, dan kesemuanya didahului dengan kata ulu atau uli yang artinya pemilik, ulu al-albab berarti pemilik akal.
- Al-bashar, yang berarti indra penglihatan, juga berarti ilmu[18]. Di dalam Kamus Lisan al Arab, Ibn Manzhur mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan ; al-bashirah memiliki ma’na sama dengan al-fithnah (kecerdasan) dan al-hujjah (argumntasi)[19]. Al-Jurjani mendefinisikan al-Bashirah, adalah suatu kekuatan hati yang diberi cahaya kesucian, sehingga dapat melihat hakikat sesuatu dari batinnya. Para ahli hikmah menamakannya dengan ; al-’aqilah an-nazhariyyah wa alquwwah al-qudsiyyah (kecerdasan bepikir dan kekuatan suci atau ilahi)[20].Abu Hilal al-’Askari membedakan antara al-bashirah dan al-’ilm (ilmu), bahwa al-bashirah adalah kesempurnaan ilmu dan pengetahuan[21].
Di dalam al-Quran, kata yang berasal dari kata al-bashar, dengan berbagai macam bentuk, jumlahnya cukup banyak, yaitu berjumah 142 kata, yang berbentuk kata al-bashir berjumlah 53 kata, hampir kesemuanya menjadi sifat Allah swt. kecuali 6 kata yang menjadi sifat manusia, 4 diantaranya kata al-bashir menjelaskan perbedaan antara manusia yang buta dan melihat. Sedangkan kata bashirah terdapat pada 2 ayat, yaitu pada surah Yusuf : 108 dan al-Qiyamah : 14. sedangkan kata bashair yaitu bentuk jama’ dari bashirah disebut dalam al-Quran sebanyak 5 kali. Dalam menafsirkan kata bashirah yang ada pada surat Yusuf : 108, al-Baghawi dan Sayyid Thanthawi menjelaskan ma’na al-bashirah adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah [22]. Kata al-abshar yaitu bentuk jama’ dari al-bashar berjumlah 8 ayat, 3 diantaranya didahului kata ulu (mempunyai), ya’ni Surah Ali Imran : 13, an-Nur : 44, dan al-Hasyr : 2.
- An-Nuha,ma’nanya sama dengan al-’aql, dan akal dinamakan an-nuha yang juga memiliki arti mencegah, karena akal mencegah dari keburukan. Kata an-nuha di dalam al-Quran terdapat pada 2 tempat, keduanya ada pada Surat thaha ; 54, 128 dan keduanya diawali dengan kata uli (pemilik).
- Al-fiqh yang berarti pemahaman atau ilmu. Di dalam al-Quran, Kata yang seasal dengan al-Fiqh terdapat pada 20 ayat, kesemuanya menggunakan kata kerja (fi’l mudhari’), hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman itu seharusnya dilakukan secara terus menerus. Kata al-fiqh juga berarti al-fithnah (kecerdasan)[23].
- Al-Fikr, yang artinya berpikir. Kata yang seakar dengan al-fikr terdapat pada 18 ayat. Kesemuanya berasal dari bentuk kata at-tafakkur, dan semuannya berbentuk kata kerja (fi’l), hanya satu yang berbentuk kata fakkara, yaitu pada Surat al-Mudatstsir : 18. Al-Jurjani mendefinisikan, at-tafakkur adalah pengerahan hati kepada makna sesuatu untuk menemukan sesuatu yang dicari, sebagai lentera hati yang dengannya dapat mengetahui kebaikan dan keburukan[24].
- An-nazhar yang memiliki makna melihat secara abstrak (berpikir), Di dalam kamus Taj al-’Arus disebutkan termasuk makna an-nazhar adalah menggunakan mata hati untuk menemukan segala sesuatu, an-nazhar juga berarti al-i’tibar (mengambil pelajaran), at-taammul (berpikir), al-bahts (meneliti)[25]. Untuk membedakan antara an-nazhar dan al-Ru’yah, Abu Hilal al-’Askari memberikan definisi bahwa al-nazhar adalah mencari petunjuk, juga berarti melihat dengan hati [26]. Di dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan an-nazhar lebih dari 120 ayat
- At-tadabbur yang semakna dengan at-tafakkur, terdapat dalam al-Quran sebanyak 8 ayat. Al-Jurjani memberikan definisi at-tadabbur, adalah berpikir tentang akibat suatu perkara, sedangkan at-tafakkur adalah pengerahan hati untuk berpikir tentang dalil (petunjuk)[27].
- Adz-dzikr yang berarti peringatan, nasehat, pelajaran[28]. Dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan adz-dzikr berjumlah 285 kata, 37 diantaranya adalah yang berasal dari bentuk kata at-tadzakkur yang berarti mengambil pelajaran.
1. Ta’qilun
|
2. Ya’qilun
|
||||
No.
|
Surat
|
Ayat
|
No.
|
Surat
|
Ayat
|
1
|
Al-Baqarah
|
44
|
1
|
Al-Baqarah
|
164
|
2
|
Al-Baqarah
|
73
|
2
|
Al-Baqarah
|
170
|
3
|
Al-Baqarah
|
76
|
3
|
Al-Baqarah
|
171
|
4
|
Al-Baqarah
|
242
|
4
|
Al-Maidah
|
58
|
5
|
Ali Imran
|
65
|
5
|
Al-Maidah
|
103
|
6
|
Ali Imran
|
118
|
6
|
Al-Anfal
|
22
|
7
|
Al-An’am
|
32
|
7
|
Yunus
|
42
|
8
|
Al-An’am
|
151
|
8
|
Yunus
|
100
|
9
|
Al-A’raf
|
169
|
9
|
Al-Ra’d
|
4
|
10
|
Yunus
|
16
|
10
|
Al-Nahl
|
12
|
11
|
Hud
|
51
|
11
|
Al-Nahl
|
67
|
12
|
Yusuf
|
2
|
12
|
Al-Hajj
|
46
|
13
|
Yusuf
|
109
|
13
|
Al-Furqan
|
44
|
14
|
Al-Anbiya’
|
10
|
14
|
Al-’Ankabut
|
35
|
15
|
Al-Anbiya’
|
67
|
15
|
Al-’Ankabut
|
63
|
16
|
Al-Mu’minun
|
80
|
16
|
Al-Rum
|
24
|
17
|
Al-Nur
|
61
|
17
|
Al-Rum
|
28
|
18
|
Al-Syu’ara
|
28
|
18
|
Yasin
|
68
|
19
|
Al-Qashash
|
60
|
19
|
Al-Zumar
|
43
|
20
|
Yasin
|
62
|
20
|
Al-Jatsiyah
|
5
|
21
|
Al-Shaffat
|
138
|
21
|
Al-Hujurat
|
4
|
22
|
Ghafir
|
67
|
22
|
Al-Hasyr
|
14
|
23
|
Al-Zukhruf
|
3
|
|||
24
|
Al-Hadid
|
17
|
3. Tubshirun
|
4. Yubshirun
|
||||
No.
|
Surat
|
Ayat
|
No.
|
Surat
|
Ayat
|
1
|
Al-Anbiya’
|
3
|
1
|
Al-Baqarah
|
17
|
2
|
Al-Naml
|
54
|
2
|
Al-A’raf
|
179
|
3
|
Al-Qashash
|
72
|
3
|
Al-A’raf
|
195
|
4
|
Al-Zukhruf
|
51
|
4
|
Al-A’raf
|
198
|
5
|
Al-Dzariyat
|
21
|
5
|
Yunus
|
43
|
6
|
Al-Thur
|
15
|
6
|
Hud
|
20
|
7
|
Al-Waqi’ah
|
85
|
7
|
As-Sajdah
|
27
|
8
|
Al-Haqqah
|
38
|
8
|
Yasin
|
9
|
9
|
Al-Haqqah
|
39
|
9
|
Yasin
|
66
|
10
|
Al-Shaffat
|
175
|
|||
11
|
Al-Shaffat
|
179
|
|||
12
|
Al-Qalam
|
5
|
1. Tafqahun
|
2. Yafqahun
|
||||
No.
|
Surat
|
Ayat
|
No.
|
Surat
|
Ayat
|
1
|
Al-Isra’
|
44
|
1
|
Al-Nisa’
|
78
|
2
|
Al-An’am
|
65
|
|||
3
|
Al-An’am
|
98
|
|||
4
|
Al-A’raf
|
179
|
|||
5
|
Al-Anfal
|
65
|
|||
6
|
Al-Taubah
|
81
|
|||
7
|
Al-Taubah
|
87
|
|||
8
|
Al-Taubah
|
127
|
|||
9
|
Al-Kahf
|
93
|
|||
10
|
Al-Fath
|
15
|
|||
11
|
Al-Haswyr
|
13
|
|||
12
|
Al-Munafiqun
|
3
|
|||
13
|
Al-Munafiqun
|
7
|
1. Tatafakkarun
|
2. Yatafakkarun
|
||||
No.
|
Surat
|
Ayat
|
No.
|
Surat
|
Ayat
|
1
|
Al-Baqarah
|
219
|
1
|
Ali Imran
|
191
|
Al-An’am
|
50
|
2
|
Al-A’raf
|
176
|
|
3
|
Yunus
|
24
|
|||
4
|
Al-Ra’d
|
3
|
|||
5
|
Al-Nahl
|
44
|
|||
6
|
Al-Nahl
|
69
|
|||
7
|
Al-Rum
|
21
|
|||
8
|
Al-Zumar
|
42
|
|||
9
|
Al-Jatsiyah
|
13
|
|||
10
|
Al-Hasyr
|
21
|
1. Tatadzakkarun
|
2. Yatadzakkarun
|
||||
No.
|
Surat
|
Ayat
|
No.
|
Surat
|
Ayat
|
1
|
Al-An’am
|
80
|
1
|
Al-Baqarah
|
221
|
Al-Sajdah
|
4
|
2
|
Ibrahim
|
25
|
|
Ghafir
|
58
|
3
|
Al-Qashash
|
43
|
|
4
|
Al-Qashash
|
46
|
|||
5
|
Al-Qashash
|
51
|
|||
6
|
Al-Zumar
|
27
|
|||
7
|
Al-Dukhan
|
58
|
Dari kata-kata tersebut, yang banyak digunakan oleh
al-Quran, penulis akan mengungkap berbagai macam kecerdasan menurut
al-Quran.
Jenis-Jenis Kecerdasan menurut al-Quran
Agus Efendi menyimpulkan dari beberapa pendapat ahli, ada 14 lebih jenis kecerdasan : 1. Intelligence Quotient (Kecerdasan Inteligensi).
2. Multiple Intelligence (Kecerdasan Majmuk).
3. Practical Intelligence (Kecerdasan Praktis)
4. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
5. Entrepreneurial Intelligence (Kecerdasan Berwiraswasta)
6. Financial Intelligence (kecerdasan Finansial)
7. Adversity Quotient (Kecerdasan Advesitas)
8. Aspiration Intelligence (Kecerdasan Aspirasi)
9. Power Intelligence (Kecerdasan Kekuatan)
10. Imagination Intelligence (Kecerdasan Imajinasi)
11. Intuition Intgelligence (Kecerdasan Intuitif)
12. Moral Intelligence (Kecerdasan Moral)
13. Spiritual Intelligence (Kecerdasan spiritual)
14. Succesful Intelligence (Kecerdasan Kesuksesan)
15. Dll[29].
Dari jenis-jenis kecerdasan tersebut penulis akan mencoba
mengungkap kecerdasan pada ayat-ayat, yang di dalamnya terdapat
kata-kata yang memiliki makna kecerdasan atau dekat dengan makna
kecerdasan. Ada 9 jenis kecerdasan, yaitu : Kecerdasan
Pribadi, Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Sosial, Kecerdasan
Spiritual, Kecerdasan Visual, Kecerdasan Tubuh, Kecerdasan Kesuksesan,
Kecerdasan Kesejarahan, Kecerdasan Moral, Kecerdasan Bahasa, dan
kecerdasan finansial
- Kecerdasn Pribadi.
Kecerdasan pribadi (personal Intelligence) menurut Horward Gordner sebagaimana dukutip oleh Agus Efendi terbagi menjadi dua, yaitu kecerdasan intrapersonal (intrapersonal Intelligence) dan kecerdasan Interpersonal (Iterpersonal Intelligence).
Kecerdasan Intrapersonal adalah kecerdasan yang bergerak ke dalam;
akses kepada kehidupan perasaan diri sendiri; kecerdasan membedakan
perasaan-perasaan secara instan[30].
Kecerdasan pribadi ini banyak dijelaskan di dalam al-Quran, seperti pada Surat Adz-Dzariyst ayat 21 beikut :
وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan” (Q.S. adz-Dzariyat/52 : 21)
Dengan bentuk pertanyaan, Allah swt. memotivasi
manusia agar selalu berusaha mengetahui, mengenali dirinya. Begitu
pentingnya dan sentralnya pribadi. Al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut
; apakah mereka tidak melihat, dengan penglihatan tafakkur dan tadabbur sehingga mereka dapat mengambil petunjuk bahwa pada diri merka terjadi peristiwa dan perubahan.
Apabila manusia tidak berpikir dengan peringatan
ini bahwa Allah telah memberikan akal pada dirinya, yang dengannya dapat
mengatur dan mengerahkan segala sesuatu. Berpikir awal mula
kejadiannya, diciptakan dari sperma kemudian berubah menjadi segumpal
darah, kemudian berubah menjadi segumpal daging. Perubahan dari muda
menjadi tua. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya itu tidaklah
terjadi dengan sendirinya, tetapi itu semua atas kehendak Allah swt.
Panca Indra manusia adalah lebih mulia dibanding
bintang yang menerangi. Pendengaran dan penglihatan laksana matahari dan
rembulan di dalam menemukan hal-hal yang perlu diketahui. Semua anggota
badannya itu akan hancur. Otot-ototnya laksana sungai-sungai, sedang
jantungnya laksana mata air yang akan mengalir ke sungai-sungai itu.
Kandung kemih laksana lautan, tulang laksana gunung. Anggota badan
laksana pepohonan, maka sebagaimana setiap pohon memiliki daun dan buah
demikian pula setiap anggota badan memiliki perbuatan dan pengaruh.
Rambut di badan laksana pohon-pohon kecil dan rumput Segala apa yang
ada di jagad raya ini ada padanannya di alam kecil yaitu badan manusia[31].
Kecerdasan pribadi ini mencakup kemampuan manusia
dalam mencermati penciptaan dirinya, Allah swt. menciptakan bentuk tubuh
manusia yang sangat sempurna, seperti yang telah diungkapkan di atas,
juga kemampuan mencermati dan menganalisa prilaku dirinya.
Ayat berikut juga memberikan dorongan kepada
manusia agar ia memiliki Kecerdasan Pribadi, Yaitu pada Surat al-Baqarah
: 44 dan 242,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri padahal kamu membaca
Al-Kitab (Taurat) ? Maka tidakkah kamu berpikir”(Q.S. Al-Baqarah/2 : 44)
Allah swt. mengingatkan kepada manusia agar
memiliki kemampuan introspeksi terhadap dirinya sendri, Juga memahami
hak dan kewajibannya. Surat Yasin : 62 memberikan peringatan agar
manusia memilki kemampuan membentengi diri dari godaan setan. Dan Surat
al-mulk : 10 mengingatkan kepada manusia, sebelum menyesal, untuk
menggunakan potensi akal dan pendengarannya dalam meningkatkan
keimanannya.
- Kecerdasan Emosional.
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan mengenali perasaan
diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kamampuan memotivasi diri
sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungannya dengan orang lain. Emosi merupakan salah satu dari
trilogi mental yang terdiri dari ; kognisi, emosi, dan motivasi.
Menurut Paul Ekman, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, ada enam (6) jenis emosi dasar, yaitu ; anger (marah), fear (takut), surprise (kejuan), disgust (Jengkel), happiness (kebahagiaan), dan sadness (kesedihan).
Agus Efendi juga mengutip pendapat Daniel Goleman
yang mempunyai daftar emosi yang relatif lengkap. Daftar emosi tersebut
berikut cabang-cangnya adalah sebagai berikut :
1. Amarah (Anger) ; beringas (fury), mengamuk (autrage), benci (resentment), marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indigination), terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), tersinggung (annoyance), bermusuhan (irritability), kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).
2. Kesedihan (Sadness) : pedih (grief), sedih (sorrow), muram (cheerlessness), suram (gloom), melankolis (melancholy), mengasihani diri (self-pity), kesepian (leneliness), ditolak (dejection), putus asa (despair), depresi berat (depression).
3. Rasa takut (Fear) : cemas (anxiety), takut (apprehension), gugup (nervouness), khawatir (concern), waswas (consternation), perasaan takut sekali (misgiving), khawatir (wariness), waspada (qualm), sedih (edgness), tidak tenang (dread), ngeri (frigth), takut sekali (terror), sampai dengan paling parah, fobia (phobia), dan panik (panic).
4. Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia (happiness), gembira (joy), ringan (relief), puas (contentment), riang (blis), senang (delight), terhibur (amusement), bangga (pride), kenikmatan indrawi (sensual pleasure), takjub (thrill), rasa terpesona (rapture), rasa puas (gratification), rasa terpenuhi (satisfaction), kegiranga luar biasa (euphoria), senang (whismy), senang sekali (ecstasy), hingga yang ekstrim, mania (mania).
5. Cinta (Love) : penerimaan (acceptance), persahabatan (friendliness), kepercayaan (trust), kebaikan hati (kindness), rasa dekat (affinity), bakti (devotion), hormat (adoration), kasmaran (infatuation), kasih (agape).
6. Terkejut (Surprise) : terkejut (shock), terkesiap (astonishment), takjub (amazement), terpana (wonder).
7. Jengkel (Disgust) : hina (contempt), jijik (disdain), muak (scorn), benci (abborrence), tidak suka (aversion ), mau muntah (distaste), tidak enak perasaan (revulsion).
8. Malu (Shame) : rasa salah (guilt), malu hati (ambarrassment), kesal hati (chogrin), sesal ( remorse), hina (humiliation), aib (regret), hati hancur lebur (mortification), perasaan sedih atau dosa yang mendalamn (cotrition)[32].
Al-Quran menjelaskan berbagai macam emosi tersebut, tetapi yang ingin penulis ungkap dalam tulisan ini adalah adalah Kecerdasan Emosional
(EQ) yang diungkap oleh Al-Quran dalam ayat-ayat yang diberi stressing
dengan menggunakan kata yang memiliki makna kecerdasan seperti tafakkur dan sejenisnya, seperti pada Surat al-Rum : 21 beikut ;
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
tgerdapat tanda-tanda bagi kaum Yang berfikir”(Q.S. Al-Rum/30 : 21).
Pada ayat tersebut, Allah swt. mengingatkan kepada
orang-orang yang berfikir, bahwa mereka telah diberikan nikmat cinta
dan kasih sayang, yang mesti dikelola dengan sebaik-baiknya. Apabila
mereka menggunakan kecerdasan emosionalnya dengan mengendalikan
emosinya, mengelola cintanya dengan sebaik-baiknya, maka akan melahirkan
kedamaian dan ketentraman.
Allah swt. juga menjelaskan bentuk emosi yang lainnya dalam Surat al-Baqarah : 76 berikut :
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا
وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا
فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang
beriman, mereka berkata: “Kamipun telah beriman”; tetapi apabila mereka
berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: “Apakah kamu
menceritakan kepada mereka (orang-orang mu’min) apa yang telah
diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat
mengalahkan hujjahmu di hadapan tuhanmu; tidakkah kamu mengerti”(Q.S.
Al-Baqarah/2 : 76)
Ayat tersebut sama dengan firman Allah swt. (Q.S. Ali Imran : 118) diakhiri dengan kata “afala ta’qilun” dan “in kuntum ta’qilun”
membrikan dorongan agar memiliki kecerdasan emosional, artinya
mengendalikan dan mengelola emosi ketika berhadapan dengan orang-orang
munafik. Orang munafik adalah orang yang sangat berbahaya, lebih
berbahaya jika dibandingkan dengan orang kafir, sebagaimana diungkapkan
keburukan dan kejahatannya itu di awal Surat al-Baqarah ayat 8 – 20.
Rasulullah saw. Bersabda :
آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان[33]
“Tanda orang munafiq ada tiga perkara : apabila bicara dia
bohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya ia
mengkhiyanati” (H.R. Bukhari).
Hadits ini mengingatkan kepada kita, agar berhati-hati dalam bersikap menghadapi orang munafik
Ayat berikut menjelaskan bentuk Kecerdasan Emosional yang lain :
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ
فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, maka tidak boleh rafats. Berbuat fasik dan berbantah-bantahan di
dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal” (Q.S. Al-Baqarah : 197)
Ayat tersebut memanggil orang-orang yang berakal (uli al-albab)
agar dapat mengendalikan emosi di saat melaksanakan ibadah haji, pada
saat itu bertemu banyak orang dari berbagai bangsa dan negara, yang
berbeda watak, kultur, dan tradisi. Pengendalian emosi dalam berbicara,
tidak berbicara yang tidak baik dan tidak bermanfaat, juga tidak
membalas perkataan orang lain yang tidak baik.
Al-Quran Surat al-Thalaq : 10, Allah memanggil uli al-albab (orang-orang yang berakal) al-Hasyr : 2, Allah memanggil dengan uli al-abshar dan al-An’am : 65 Allah swt. menggunakan kata “yafqahun”
menjelaskan agar manusia memiliki kecerdasan dalam pengelolaan emosi,
rasa takut, takut dari siksa Allah swt. Al-Quran memberikan rasa takut (indzar)
kepada orang-orang yang durhaka, bahwa mereka mendapat murka dan
siksaan Allah, dan juga memberikan kabar gembira atau rasa senang (tabsyir)
kepada orang-orang yang bertakwa kepada Allah swt. Dengan adanya rasa
takut dan gembira dalam diri menusia maka ada keseimbangan emosional
dalam diri manusia.
- Kecerdasan Spiritual.
Kecedasan Spiritual (Spiritual Quotion)
adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan
nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandinkan dengan
yang lain. Kecerdasan yang menfasilitasi suatu dialog antara akal dan
emosi, antara pikiran dan tubuh, menyediakan titik tumpu bagi
pertumbuhan dan perubahan, menyediakan pusat pemberi makna yang aktif
dan menyatu bagi diri[34].
SQ adalah kecerdasan yang berada di bagian diri
yang dalam, berhubungan dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar.
SQ adalah kecerdasan yang dengannya kita tidak hanya mengakui
nilai-nilai yang ada, tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai
baru. SQ adalah pemahaman kita, yang mendalam dan intuitif akan makna
dan nilai. SQ adalah hati nurani kita, yang mampu membuat kita menjadi
lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. “apabila anda memilki
Kecerdasan Spiritual, anda menjadi lebih sadar tentang ‘gambaran besar’
atau ‘gambaan menyeluruh’ tentang diri sendiri, jagad raya, dan
kedudukan serta panggilan terhadap anda di dalamnya. Begitu tulis Tony
Buzan yang dikutip oleh Agus Efendi[35].
Kecerdeasan Spiritual, menurut psikolog University
of Californa, Davis Robert Emmons, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi,
memilki komponen-komponen kecerdasan, yaitu :
1. Kemampuan mentransendensi, Orang-orang yang sangat spiritual menyerap sebuah realitas yang melampaui materi dan fisik.
2. Kemampuan untuk menyucikan pengalaman sehari-hari.
Orang yang cerdas secara spiritual memiliki kemampuan untuk memberi
makna sakral atau ilahi pada pelbgai aktivitas, peristiwa, dan hubungan
sehari-hari.
3. Kemampuan untuk mengalami kondisi-kondisi kesadaran puncak. Orang-orang yang cerdas secara spiritual mengalami ekstase spiritual. Mereka sangat perseptif terhadap pengalaman mistis.
4. Kemampuan untuk menggunakan potensi-potensi spiritual untuk memecahkan pelbagai masalah. Transformasi spiritual seringkali mengarahkan orang-orang untuk memerioritaskan ulang pelbagai tujuan.
5. Kemampuan untuk terlihat dalam pelbagai kebajikan.
Orang-orang yang cerdas spiritual memiliki kemampuan lebih untuk
menunjukkan pengampunan, mengungkapkan ras terima kasih, merasakan
kerendahan hati, dan menunjukkan rasa kasih[36].
Ayat berikut menjelaskan kecerdasan Spiritual, Surat Ali Imran : 190-191 :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
(190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا
وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
“
Juga ayat berikut, Surat Al-Baqarah : 164) :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي
الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ
مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا
مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa
yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nyadan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan”(Q.S. al-Baqarah :164).
Juga pada ayat berikut, Surat Al-Maidah : 58 :
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan apabila menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat,
mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah
karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”(Q.S.
Al-Maidah/5 : 58)
Pada tiga ayat tersebut di atas dan juga banyak
ayat-ayat lain, seperti Surat al-Syu’ara/26 :28, al-Ra’d/13 : 4 dn 19,
al-Nahl/16 : 12 dan 67 , al-Rum/30 : 24, al-Jatsiyah45 : 5 ,
al-’Ankabut/29 : 63, Allah swt. mengingatkan kepada manusia agar
berfikir secara cerdas dengan firmannya “uli al-albab“(orang yang memiliki akal) , “qaum ya’qilun”
(kaum yang memikirkan), agar segala apa yang ada di jagad raya ini,
sperti langit, bumi, pergantian malam dan siang, aneka ragam pepohonan
dan hewan (flora dan fauna), serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi, seperti banjir, gempa bumi dan sebagainya hendaknya dapat
meningkatkaan Kecerdasan Spiritual manusia.Kemampuan membaca tanda-tanda
kekuasaan dan keagungan Allah swt.
Ayat berikut, Surat Yunus : 16 juga bicara tentang kecerdasan spiritual
قُلْ لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ
وَلَا أَدْرَاكُمْ بِهِ فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Kecerdasan spiritual mengimani al-Quran, bahwa
kehidupan nabi 40 tahun sebelum turun wahyu yang mereka saksikan menjadi
saksi kebenaran al-Quran dari Allah, bukan dari Muhammad.apakah kamu
tidak menggunakan akalmu untuk merenung dan berfikri agar kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya al Qur’an yang mengandung mu’jizat ini
adalah dari Allah. Oran-orang kafir menyaksikan kehidupan Nabi Muhammad
dari kecil sampai masa diturnkannya al-Quran , mereka mengetahui prilaku
Muhammad, yang tidak pernah menelaah kitab, tidak pernah berguru,
kemudian setelah umur 40 tahun turun al-Qur’an yang mengandung mu’jizat,
mengandung ilmu-ilmu dasar , dasar-dasar ilmu hukum , ilmu akhlak,
cerita-cerita masa lalu, cendikiawan dan ahli bahasa tidak mampu
menandinginya, maka setiap orang yang memiliki akal yang sehat pasti
mengtahui bahwa kitab al-Quran seperti itu pasti wahyu dari Allah[37].
- Kecerdasan Visual
Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memberikan
gambar-gambar dan imagi-imagi, serta kemampuan dalam mentransformasikan
dunia visual-spasial. Keterampilan menghasilkan imagi mental dan
menciptakan representasi grafis, berfikir tiga dimensi. Pusat kecerdasan
spasial adalah kemampuan mempersepsi dunia visual dengan akurat,
mentransformasi dan memodifikasi pengalaman visual seseorang, bahkan
ketika tidak ada rangsangan fisikal yang relevan. Howard Gordner
menyimpulkan Kecerdasan Visual, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi,
sebagai berikut : “Bahwa pandangan kecerdasan spasial ini, kita telah
menemukan bentuk kedua dari kecerdasan yang terlibat dengan objek.
Berbeda dengan pengetahuan logis-matematis yang mencakup jalan
perkembangannya dengan meningkatkan abstraksi, kecerdasan spasial tetap
terkait-terikat pada dunia nyata secara fundamental, terkait dengan
dunia objek, dan lokasinya berada di dunia [38].
Ayat yang mengungkap Kecerdasan Visual ini antara lain, Surat Al-Ra’d ayat 3, dan Surat
وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا
رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا
زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia lah Yang menjadikan bumi terbentang luas, dan
menjadikan padanya gunung-ganang (terdiri kukuh) serta sungai-sungai
(yang mengalir). dan dari tiap-tiap jenis buah-buahan, ia jadikan
padanya pasangan: dua-dua. ia juga melindungi siang Dengan malam silih
berganti. Sesungguhnya semuanya itu mengandungi tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi kaum Yang (mahu) berfikir.(Q.S.Al-Ra’d : 3)
Juga ayat berikut, Surat Qaf : 7 dan 8 :
وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا
رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (7) تَبْصِرَةً
وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ (8)
“Dan juga (keadaan) bumi ini, (bagaimana) Kami bentangkan
Dia sebagai hamparan, dan Kami letakkan padanya gunung-ganang Yang
terdiri kukuh, serta Kami tumbuhkan padanya pelbagai jenis tanaman Yang
indah subur? (Kami adakan semuanya itu) untuk menjadi perhatian dan
peringatan, (yang menunjukkan jalan kebenaran), kepada tiap-tiap seorang
hamba Allah Yang mahu kembali kepadanya (dengan taat dan
berbakti).(Q.S. Qaf /50 : 7-8)
Dua ayat tersebut memerintahkan kapada manusia agar melihat dan merenungkan keindahan jagad raya ciptaan Allah.
- Kecerdasan Tubuh.
Agus Efendi mengutip pendapat, Tony Buzan bahwa
kecerdasan tubuh adalah kemampuan memahami, mencintai dan memelihara
tubuh, dan membuatnya berfungsi seefisien mungkin untuk anda. Dengan
kata lain, Kecerdasan Tubuh adalah Kecerdasan Atletik dalam mengontrol
tubuh seseorang dengan sangat cermat. Oleh karena itu, ditegaskan oleh
Buzan bahwa jika kita memiliki kecerdasan Fisik yang tinggi maka kita
akan memahami hubungan antara otak dan tubuh, men sana in corpore sano,
pikiran yang sehat terdapat dalam badan yang sehat, Sebaliknya, badan
yang sehat berada dalam pikiran yang sehat (Agus Efendi : 2005 : 152).
Al-Quran memberikan petunjuk kepada manusia, agar
memilki kecerdasan memeliharaha badannya, sehingga terhindar dari
hal-hal yang membahayakan badannya, seperti al-Quran Surat al-Baqarah
ayat 219 berikut :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ
فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ
مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ
قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Mereka bertanya tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya”. Dan mereka
bertanya kepadamu : apa yang mereka nafkahkan ?. Katakanlah: “Yang
lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir”(Q.S., Al-Baqarah/2 : 219).
Juga ayat berikut, Surat Yasin : 68 :
وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلَا يَعْقِلُونَ
“Dan barangsiapa yang kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak
memikirkan”(Q.S. Yasin/36 : 68)
- Kecerdasan Kesuksesan.
Mengutip pendapat Vanwyck Agus Efendi, mengemukakan; Sukses
adalah suatu pilihan, perkembangan, prestasi, bersifat personal, dan
etik. Dengan kata lain, sukses adalah penyelesaian sesuatu dan
pencapaian tujuan tertentu yang dipilih[39].
Dengan demikian, sebelum sukses, setiap orang harus
menentukan pilihannya atau tujuannya terlebih dahulu. “Apa tujuan Anda” ?
. Untuk menjadi cerdas sukses seseorang harus berpikir dengan tiga cara
: analitis, kreatif, dan praktis. Ketiga aspek
Kecerdasan Kesuksesan tersebut saling berhubungan. Kecerdasan analitis
diperlukan untuk memecahkan masalah dan menilai gagasan. Kecerdasan
Kreatif diperlukan untuk menformulasikan masalah dan gagasan yang baik
di tempat yang pertama. Sedangkan kecerdasan praktis digunakan untuk
menggunakan gagasan dan analisis-analisisnya dengan cara yang efektif
dalam kehidupan sehari-hari.
Kecerdasan Kesuksesan itu paling efektif ketika ia
menyeimbangkan ketiga aspek analitis, kreatif dan praktis. Dalam
bukunya adversity Quotient, John Paul Stolz menyebutkan, sebagaimana
dikutip oleh Agus Efendi, bahwa kinerja, bakat, kemauan, karakter, kesehatan, kecerdasan, faktor genetis, pendidikan, dan keyakinan adalah kunci-kunci kesuksesasan hidup seseorang [40].
Ayat berikut salah satu contoh Kecerdasan Kesuksesan, Q.S. al-Maidah /5 : 100 :
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ
أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي
الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah : “Tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah
kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan”(Q.S. al-Maidah/5 : 100).
Ayat tersebut di atas memberikan motivasi kepada
orang-orang yang berakal agar menggunakan kemampuan kecerdasannya untuk
membedakan yang baik dan yang buruk, sehingga akan sukses dan beruntung
dalam hidupnya.
- Kecerdasan Moral.
Kecerdasan Moral berarti Kemampuan seseorang untuk
melalukan hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang lain. Ayat-ayat
al-Quran yang di dalamnya menyinggung orang-orang yang memiliki akal
(kecerdasan) yang terkait dengan moral seperti Surat al-Hujurat Ayat 4 :
إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti “(Q.S. al-Hujurat /49 : 4)
Juga dalam ayat berikut, Surat Al-Qalam : 5 :
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4) فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ (5)
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung. Maka kelak kamu akan melihat, dan mereka (orang-orang kafir)pun
akan melihat”(Q.S.Al-Qalam/68 : 4-5)
- Kecerdasan Bahasa.
Kecerdasan bahasa berarti kemampuan menggunakan kata-kata secara terampil dan mengekspresikan konsep-konsep secara fasih (fluently).
Menurut Howard Gordner, sebagaimana dikutip oleh Agus efendi,
kecerdasan linguistik antara lain ditunjukkan oleh sensitivitas terhadap
fonologi, penguasaan sintaksis, pemahaman semantik dan pragmatik [41].
Sangat banyak ayat-ayat yang memotivasi agar manusia
memiliki kecerdsan bahasa, terutama bahasa al-Quran. Di antara kata yang
banyak digunakan adalah kata tadabbur yang berarti merenungkan dan memahami, seperti pada Surat Al-Nisa’ : 82
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ? Kalau
kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya”(Q.S. Al-Nisa’ : 82)
Juga pada Surat Al-Mu’minun : 68 Shad : 29, dan Muhammad : 24. Kemudian Al-Quran juga menggunakan kata ya’qilun dan ta’qilun
dalam memotivasi Kecerdasan Bahasa, seperti pada ayat-ayat beikut :
Al-An’am : 151, al-Rum : 28, Al-Baqarah : 171, al-Anfal : 22, Yunus :
42, Dn Al-Zukhruf : 3 . Ada juga yang menggunakan kata yatafakkarun
serti pada Surat Al-An’am : 50, Al-Nahl : 44, Al-Hasyr : 21, dan Yunus
24. Ada pula yang menggunakan kata ulu al-albab seperti pada Surat Ali Imran : 7, Al-Zumar : 18, dan Shad : 29.
- kecerdasan finansial
Kecerdasan Finansial adalah kecerdasan atau kemampuan
seseorang dalam mengelola keuangannya, dari mana harta itu didapatkan,
halal atau haram, dan bagaimana cara mengelolanya, tidak bakhil dan
tidak mubazir. Tidak mudah tergiur dan tertipu dengan gemerlap kehidupan
dunia yang bersifat meterialistik, sehingga mengaburkan pandangan
rasionalitasnya.
Ayat-ayat yang memotivasi kecerdasan finansial
sangatlah banyak, akan tetapi ayat yang di dalamnya terdapat kata yang
memilki makna cerdas atau sejenisnya ada pada ayat berikut, kata afala ta’qilun terdapat pada 3 ayat berikut ini; Surat al-A’raf : 169
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ
يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الْأَدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا
وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ
أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ
أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا فِيهِ
وَالدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Maka datangkanlah sesudah mereka generasi (yang jahat)
yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini,
dan berkata : “kami akan diberi ampun”. Dan kelak jika datang kepada
mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan
mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari
mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali
yang benar padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di
dalamnya. Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa.
Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti”(Q.S. Al-A’raf/7 : 169)
Juga Surat al-Qashash : 60
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلَا
تَعْقِلُونَ
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah
keni’matan hidup duniawi dan pehiasannya; sedang apa yang di sisi Allah
adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya
“(Q.S. al-Qashash/28 : 60)
Juga ayat beriktu, Surat Hud : 51
يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku
ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku.
Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)”(Q.S. Hud/11 : 51)
Kecerdasan melihat seorang nabi yang mengajak kepada
kebaikan tanpa mengharap balasan apapun dari mereka adalah seorang
pememberi nasehat yang dapat dipercaya.
Sumber Kecerdasan
Kecerdasan berarti Suatu kemampuan berpikir. Kemampuan
berpikir tidaklah muncul begitu saja dalam diri manusia, namun perlu
adanya suatu proses, sehingga membentuk pikiran atau kecerdasan pada
diri seseorang. Ibrahim El-Fiky dalam bukunya Quwwat Tafkir,
yang diterjemahkan oleh Khalifurrahman Fath dann M. Taufik Damas,
mengatakan bahwa Berpikir itu sederhana dan hanya butuh waktu sekejap,
namun ia memiliki proses yang kuat dari tujuh sumber yang berbeda. Tujuh
Sumber yang memberi kekuatan luar biasa pada proses berpikir dan
menjadi refrensi bagi akal yang digunakan setiap orang, yaitu : 1. Orang Tua. 2. Keluarga. 3. Masyarakat. 4. Sekolah. 5. Teman. 6. Media Massa. 7. Diri Sendiri [42].
Al-Quran memberikan isyarat bahwa ada 3 sumber Kecerdasa, yaitu; 1. Keimanan atau keyakinan, apa yang diyakininya akan menjadi inspirasi dan motivasi seseorang untuk membentuk kecerdasan atau kemampuan bepikir. 2. Ilmu, Dengan
membaca ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah, yang terhampar di
jagad raya, maka manusia akan memilki pikiran dan kecerdasan. 3. Sejarah, yaitu pengalaman pribadinya pada masa lalu, juga peristiwa- peristiwa dan sejarah umat terdahulu. Oleh karena itu, Al-Qur’an
sangat banyak mengingatkan kepada manusia agar memilki kemampuan
mengambil pelajaran sejarah umat terdahulu, sehingga sepertiga isi
al-Quran adalah berupa al-Qashash (cerita-cerita), juga
mendorong kamampuan manusia melihat masa lalunya sendiri untuk dijadikan
pelajaran buat masa depan, sebagaimana pada Surat al-Hasyr : 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnyauntuk
hari esok (akhirat). dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Q.S. Al-Hasyr/59 : 18).
Juga pada ayat berikut, Surat Al-Hajj : 46
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ
قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آَذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا
تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati
yang di dalam dada”(Q.S. Al-Hajj/22 : 46)
Juga pada ayat berikut, Surat Yusuf/12 : 46
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي
إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ
فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَلَدَارُ الْآَخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Kami tidak mengutus sebelum kamu (seorang rasul),
melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara
penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu
melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan
rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya”(Q.S.
Yusuf/12 : 109)
Dari tiga ayat tersebut di atas, Al-Quran
memberikan peringatan kepada manusia agar menggunakan kemampuan daya
pikirnya dan kecerdasannya untuk memahami sejarah dan pengalaman masa
lalunya. Dari ayat tersebut, Surat Al-Hajj : 46, manusia juga didorong
untuk mengasah kecerdasannya dan ketajaman mata hatinya, sehingga mata
hatinya tidak buta. Karena kebutaan mata hati sangat berbahaya.
Ayat-ayat lain yang memotivasi untuk kecerdasan kesejarahan adalah ;
Surat al-Baqarah : 170,al-A’raf : 176, Yusuf : 111, dan al-’Ankabut :
35.
Penutup
Al-Quran banyak memberikan motivasi kepada manusia agar
memiliki kecerdasan, bukan kecerdasan intelektual semata, yang sifatnya
logis-matematis, akan tetapi kecerdasan majmuk, ya’ni kecerdasan
mencakup berbagai aspek kehidupan.
Kecerdasan yang dimaksudkan oleh Al-Quran adalah kecerdasan
menggunakan kemampuan akalnya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan orang
lain.
ENDNOTE
[1] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung, Alfabeta, 2005), Cet. I, h. 58
[2] .Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ Menyingkap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Quran dan Neurosains Mutakhir, (Bandung, Mizan Pustaka, 2008), Cet. I, h. 18.
[3] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan, h. 58.
[4] . Agus Efendi, h. 4
[5] . Agus Efendi, h. 81
[6] . Agus Efendi, h. 83
[7] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, (Beirut, dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 323.
[8] .lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, h. 287.
[9] .lihat Abu Hilal al-”Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 166.
[10] .lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, h. 40.
[11] .lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, h. 640.
[12] .At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut, Dar al-Arab al-Islami, 1998), Juz 4, h. 638.
[13] .lihat Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, (Beirut, Dar al-Fikr, 1995), h. 19
[14] . lihat Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, (Beirut, Dar al-Fikr, 1988), Juz I, h. 576.
[15] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, h. 343.
[16] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 160.
[17] .lihat Muhammad Ibn Abu Bakar al-Razi, Mukhtar ash-Shahah,(Beirut, Maktabah Lubnan Nasyirun, 1995), Juz I, h. 612.
[18] . lihat Al-Jauhari, ash-Shihah fi al-Lughah, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 44.
[19] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, (Beirut, dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 4, h. 64.
[20] .lihat Al-Jurjani, at-Ta’rifat, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz I, h. 14
[21] .lihat Abu Hilal al-”Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 102.
[22] .lihat Abu Muhammad al-Husain Ibn Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil,
(Dar Thayyibah, 1997), Cet. IV, Juz 4, h. 284.Muhammad Sayyid
Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h.
2353.
[23] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, h. 522.
[24] . lihat Al-Jurjani, at-Ta’rifat, h. 20.
[25] .lihat Muhammad Ibn Muhammad Ibn Abd. Al-Razzaq, Taj al-’Arus min Jawahir al-Qamus, (Al-Makatabah asy-Syamilah), Juz. 1, h. 3549.
[26] . lihat Abu Hilal al-’Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, h. 543.
[27] . lihat Al-Jurjani, at-Ta’rifat, h. 76.,
[28] .Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 508.
[29] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 58.
[30] . Agus Efendi, h. 156.
[31] .Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abi Bakr al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Quran, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz II, h. 202.
[32] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 177.
[33] .Al-Bukhari, al-Jami’ ash-Shahih, (Beirut , Dar Ibn Katsir, 1987), Cet. III, Juz 1, h. 21.
[34] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 216.
[35] . Agus Efendi, h. 209.
[36] . Agus Efendi, h. 244.
[37] . Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, h. 576.
[38] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 177.
[39] . Agus Efendi, h. 248.
[40] . Agus Efendi, h. 96.
[41] . Agus Efendi, h. 141.
[42] . Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif, Terj. Khalifurrahman Fath dan M. Taufik Damas, (Jakarta, Zaman, 2009), Cet. II. h. 7
Posting Komentar