Peranan Orang Tua dalam Pembelajaran Alquran di Lingkungan Rumah Tangga
Pengertian Peranan
Orang Tua
Peranan Orang Tua dalam Pembelajaran Alquran di
Lingkungan Rumah Tangga. Kata peranan yang kata dasarnya “peran” diartikan
sebagai “Pemain sandiwara, (film); tukang lawak pada permaian lawak makyung;
watak yang ditentukan oleh ciri-ciri individual yang sifatnya khas dan
istimewa; seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh yang berkedudukan
dalam masyarakat.”[1]
Kata peranan itu sendiri diartikan sebagai "bagian dari tugas utama yang
harus dilaksanakan." Kata peran
atau peranan yang dilihat dari kata kerjanya yaitu "memerankan"
diartikan "melakukan peranan." [2]
Adapun orang tua, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "ayah ibu kandung; (orang
tua) orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dan sebagainya), orang yang
dihormati (disegani) di kampung." [3] Jelasnya
orang tua ayah dan ibu dari anak, yang melahirkan dan membesarkannya dan
memberikan pendidikan kepadanya atau membiayai pendidikannya
Berdasarkan pengertian di atas
dapatlah disimpulkan bahwa peranan orang tua peran yang dilakukan oleh orang tua
dalam melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan kepadanya. Mereka mesti
memfungsikan dirinya untuk melaksanakan tugas sebagai bentuk wujud peranannya
menjadi orang tua. Orang tua yang menjalankan peranannya berarti orang tua
tersebut berupaya untuk melaksanakan kewajibannya.
Pengertian Pembelajaran
Alquran
Selanjutnya kata "pembelajaran"
kata dasarnya "ajar" yang berarti "petunjuk yang diberikan
kepada orang supaya diketahui (diturut).[4] Kata
"ajar" ini menimbulkan kata lain, yaitu kata "mengajar"
yang diartikan "memberi pelajaran, melatih."[5]
Kata "pembelajaran" sendiri
diartikan sebagai “proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk untuk
belajar.”[6] Dalam
referensi yang lain disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses yang terjadi
antara pembelajar (teacher) dengan pebelajar (learner). [7]
Disebutkan pula bahwa ringkasnya pembelajaran tersebut adalah “upaya membuat
pebelajar belajar.”[8]
Adapun kata Alquran menurut
bahasa adalah "bacaan atau yang
dibaca."[9]
Menurut istilah Alquran diartikan sebagai "nama bagi kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushhaf." [10]
Pengertian lain tentang Alquran
adalah : “Firman Allah sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi SAW yang
ditulis dalam mushhaf yang dinukilkan kepada kita dengan mutawatir dan membacanya adalah
ibadah.” [11]
Ada juga yang mengartikan Alquran
sebagai berikut : “Kalam Allah, mengandung mukjizat dan diturunkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi
sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, terdapat dalam
mushhaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.” [12]
Kesimpulan dari pembelajaran
Alquran adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kepandaian berupa keterampilan.
Keterampilan tersebut berupa dikuasainya atau terampilnya seseorang dalam membaca
Alquran. Alquran sendiri merupakan kitab pedoman umat Islam seluruh dunia yang
ada di tangan dan di tempat masing-masing umat Islam sekarang.
Dengan demikian dapat ditegaskan
bahwa orang tua yang berperan atau menjalankan peranannya adalah orang tua yang
melaksanakan kewajibannya berdasarkan yang dibebankan kepadanya dalam
memberikan pembelajaran membaca Alquran. Sebaliknya apabila ada orang tua yang
tidak melaksanakan kewajibannya, sementara ia sendiri mengetahui bahwa
pembebanan tersebut adalah wajib baginya, maka ia dapat dikatakan sebagai orang
yang tidak berperan atau tidak menjalankan peranannya dalam memberikan
pendidikan Alquran pada anak-anaknya
Dasar Hukum
tentang Kewajiban Orang Tua dalam Pembelajaran Membaca Alquran pada
Anak-Anaknya
Dalam bahasa agama, kewajiban
utama orang tua terhadap anak-anaknya adalah menjaga mereka dari azab neraka
yang menurut keyakinan Islam neraka itu dipastikan ada. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam Q.S. at-Tahrim [66]: 6 yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.[13]
Pedihnya siksaan yang telah
dijanjikan Allah itu, tentunya apabila berkaitan dengan pembelajaran membaca
Alquran anak dalam rumah tangga, maka yang menjadi sorotan utama adalah ibu dan
ayah (orang tua) karena dari keduanya anak dilahirkan. Bahkan keduanya disebut
sebagai pendidik utama dan pertama. Disebut sebagai pendidik utama karena
pengaruhnya amat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya dan disebut
sebagai pendidik pertama, karena orang tua adalah orang yang pertama melakukan
kontak dengan anaknya.[14] Pada
kenyataannya dalam rumah tangga bahwa dari ibu dan ayahlah (orang tua),
seorang anak pertama kalinya memperoleh bimbingan dan pendidikan. [15] Ibnu
Khaldun mengatakan :
Hendaklah
pendidikan yang pertama untuk anak adalah mengajarkannya Alquran sebelum
dipersiapkan fisik dan akalnya, agar sejak dini dia mengecap bahasa Arab asli
dan meresap pada dirinya nilai-nilai iman." [16]
Bahkan Imam al-Ghazali dalam Ihya
'Ulumuddin juga berkata "hendaknya anak diajari Alquran, hadis-hadis
Rasul, kisah-kisah orang bijak dan baik, dan sebagian hukum agama."[17]
Berdasarkan beberapa pendapat ini maka tugas orang tua (ayah dan ibu) sebagai
guru atau pendidikan utama bagi anak-anak dalam menumbuhkan dan mengembangkan
kekuatan mental, fisik dan rohani anak-anak,[18]
termasuk pula pembelajaran Alquran yang mesti pertama kali diajarkan.
Anak sendiri dalam ajaran Islam
ketika dilahirkan ibarat kertas yang siap dijadikan sebagaimana yang diinginkan
orang tua, baik keinginan tersebut disadari ataupun tidak. Walaupun anak
sedikit banyaknya dipengaruhi oleh faktor keturunan, tetapi ia juga akan siap
dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar tempat ia berkembang. Adanya dua
kemungkinan yang berkembang dalam diri anak, tampaknya sesuai dengan hadis Nabi
berikut ini :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ
يُوْلَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ ُيمَجِّسَانِهِ
(رواه البخارى) [19]
Setiap anak
yang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), hanya ayah dan ibunyalah yang
menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi. (H. R. Bukhari)
Apabila orang tua mencintai anaknya
dan menjaga amanat yang diberikan kepada mereka serta ingin menjadi orang tua
yang berperan, tentunya mereka secara suka rela dan tidak menemukan kesulitan
–walaupun kesulitan tersebut dipastikan ada, namun dapat dianggap sebagai warna
warni hidup- dalam mendidik dan membina anak[20]
khususnya dalam pembelajaran membaca
Alquran untuk anak.
Memperkuat tentang pentingnya
orang tua menerapkan peranannya itu, karena hal-hal yang telah dideskripsikan
di atas, hal lain adalah karena dalam ajaran Islam, anak adalah amanat dan
cobaan. Kelak amanat dan cobaan ini akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah
SWT. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S. al-Anfal [8]: 28 yang
berbunyi:
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allahlah
pahala yang besar.[21]
Adanya kekhawatiran Allah terhadap
amanat yang diberikan kepada kedua orang tua, menyebabkan Allah menegaskan agar
tidak memandang enteng dan terlena dengan cobaan tersebut. Oleh karena itu
Allah kembali menegaskan dalam firman-Nya dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 46 sebagai
berikut:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. [22]
Berdasarkan beberapa ayat di atas
yang menunjukkan penting dan wajibnya orang tua mengajarkan Alquran kepada
anak-anaknya. Oleh karena itu, anak harus sedini mungkin diajarkan mengenai
baca bahkan tulis Alquran agar kelak anak-anak tersebut menjadi generasi qurani
yang tangguh dalam menghadapi zaman.[23]
Pentingnya Orang
Tua Menjalankan Peranannya dalam Pembelajaran Membaca Alquran Pada Anak-Anaknya
di Lingkungan Rumah Tangga
Pentingnya melakukan pembelajaran
Alquran ini selain melepaskan diri dari kebodohan sebagaimana yang dialami orang-orang
di zaman jahiliyah yang masih tidak mengenal kebenaran ilmiah, Alquran juga
penting untuk dibaca dan dipelajari, karena Alquran bagi umat muslim memiliki
banyak fungsi. Di antara fungsi-fungsi itu adalah sebagai petunjuk (Hudan) bagi
kehidupan umat manusia. Fungsi ini tertulis dalam salah satu firman Allah dalam
Q.S. al-Baqarah [2]: 2 yang berbunyi :
Kitab (Al
Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. [24]
Masih banyak lagi fungsi-fungsi Alquran untuk kehidupan manusia, seperti
Alquran sebagai rahmat (rahmah) yang merupakan
keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangnya, sebagai
pembeda (Furqan) antara yang baik dan dengan yang buruk; yang
halal dengan yang haram; yang salah dengan yang benar dan sebagainya, sebagai
nasihat (mau'izhah) atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing
untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, dan banyak lagi fungsi-fungsi
yang lain. Khususnya Alquran berfungsi sebagai petunjuk sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah di atas, maka tentunya agar Alquran dapat
memberikan petunjuk, ia harus dipelajari, dan tidak mungkin ia dapat memberikan
petunjuk apabila tidak dibaca. Oleh karena itu, belajar membaca dan mempelajari
ilmu-ilmu yang ada di dalamnya dipandang sangat penting.
Pentingnya pembelajaran Alquran
khususnya dilakukan dalam rumah tangga yang di dalamnya ada orang tua dan anak
telah jelas hal ini merupakan sebagai perintah baik dalam Alquran sebagaimana
telah digambarkan di atas, juga berdasarkan petunjuk dari Nabi Muhammad SAW.
Dalam rumah tangga seperti ini, orang yang memiliki peran dan tanggung jawab
penuh terhadap pembelajaran Alquran adalah orang tua atau ayah dan ibunya. Berkaitan
dengan pentingnya pembelajaran Alquran ini, Nabi dalam sebuah hadisnya bersabda
:
حَدَّثَناَ أَبُوْ
نَعِيْمٍ حَدَّثَناَ سُفْيَانِ عَنْ عَلْقَمَةٍ بْنِ مَرْثَدٍ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ السُلَّمِى عَنْ عُثْمَانَ
بْنِ عَفَّانٍ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ. (رواه
البخارى). (رواه البخارى) [25]
Telah
menceritakan kepada kami Hujjaj bin Minhal, telah menceritakan pula kepada kami
Syu'bah, berkata ia (Syu'bah) telah menceritakan kepadaku Alqamah bin Martsad
bahwa aku (Alqmah) telah mendengar Sa'ad bin 'Ubaidah dari Abu Abdurrahman as-Sullami dari Utsman
bin Affan r.a dari Nabi SAW telah bersabda "Sebaik-baik kamu adalah orang
yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya (Alquran). (H. R. Bukhari)
Pada hadis di atas, Nabi
mewajibkan kepada umatnya sekaligus memberikan motivasi bahwa orang yang
terbaik di antara umat-umatnya adalah orang yang mempelajari Alquran (baik
berkaitan dengan cara membaca, menulis, menyalin, mempelajari asbabunnuzul
ayat-ayat Alquran dan semua yang berkaitan dengan Alquran) dan kemudian
menularkan keahliannya itu dengan cara mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasainya
kepada orang lain.
Apabila seseorang yang
sebelumnya telah mempelajari Alquran dan sekarang memiliki anak, maka ia wajib
menularkan ilmunya kepada anak-anaknya. Orang tua yang dapat melakukan perintah
ini adalah orang tua yang terbaik, setidaknya dalam pembelajaran Alquran
terhadap anak-anaknya. Perintah
yang tegas tentang pentingnya mempelajari Alquran dapat dilihat pada sabda Nabi
berikut ini :
عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ
بَلَغَهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ
Dari Malik
bahwasanya ia menyampaikan bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
"Aku telah meninggalkan (mewariskan) kepada kalian dua perkara yang dengan
keduanya kalian semua tidak akan sesat apabila berpegang teguh (menjadikan
keduanya sebagai pedoman hidup) pada keduanya yaitu kitab Allah (Alquran) dan
Sunnah (Hadis) Nabi-Nya. (H.R. Malik ibn Anas)
Dalam hadis tersebut Nabi
Muhammad telah memberikan jaminan kepada seluruh umat manusia yang tunduk di
bawah ajaran Islam bahwa umat manusia tidak akan pernah sesat selama mereka
menjadikan Alquran dan Hadis sebagai pedoman dan pegangan hidup.
Tata Cara Membimbing
Anak dalam Pembelajaran Membaca Alquran di Lingkungan Rumah Tangga
Berkaitan dengan tata cara
melakukan pembimbingan membaca Alquran di rumah, setiap orang tua memerlukan
cara agar ilmu yang diajarkannya kepada anak-anaknya dapat diterima dan diserap
dengan baik. Untuk mencapai keinginan tersebut, maka dalam uraian ini dibahas
tentang tata cara membimbing anak membaca Alquran. Tata cara ini berkembang dan
digunakan masyarakat Islam, yang secara garis besarnya dapat digolongkan
menjadi 4 (empat) golongan sebagaimana yang dikemukakan dalam buku Pedoman
Pengajian Alquran bagi Anak-Anak sebagai berikut :[27]
- At-Thariqat Tarkibiyyah (Metode Sintetik). At-Thariqat Tarkibiyyah (metode sintetik) ini adalah metode pembelajaran Alquran yang dimulai dengan cara memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah secara berurutan dari huruf "Alif" ( أ ) sampai huruf "Ya" ( ي). Huruf-huruf hijaiyah ini baik namanya atau pun pelafalanya ditekankan agar dihapal dan diingat oleh anak didik. Apabila anak didik telah menguasainya, maka langkah selanjutnya diperkenalkan tentang tanda-tanda baca atau harakat seperti fathah, dhammah dan yang lainnya. Setelah anak didik menguasainya baru kemudian disusun menjadi sebuah kata atau kalimat sampai menjadi satu ayat.
- At-Thariqat Shautiyyah (Metode Bunyi). At-Thariqat Shautiyyah (Metode Bunyi) ini adalah metode pembelajaran Alquran yang dimulai dengan cara memperkenalkan atau mengajarkan bunyi huruf, bukan nama huruf seperti metode sebelumnya. Contohnya أ، ب، ت، ث، ج، ح، خ dan seterusnya. Dari bunyi ini disusun menjadi kata atau kalimat yang teratur.
- At-Thariqat Musyafahah (Metode Meniru). At-Thariqat Musyafahah (Metode Meniru) ini adalah metode tindak lanjut metode bunyi di atas. maksud metode meniru ini adalah meniru bunyi suara dari mulut ke mulut. Anak didik mengikuti bacaan orang tua atau guru sampai dapat dihapal oleh anak tersebut. Kemudian setelah itu baru diperkenalkan beberapa kata dan huruf dari kalimat yang dibacanya beserta harakatnya.
- At-Thariqat Jami'iyyah (Metode Campuran). At-Thariqat Jami'iyyah (Metode Campuran) ini adalah metode membaca Alquran dengan cara menggabungkan beberapa metode yang telah disebutkan di atas, sehingga diharapkan anak didik lebih mudah menguasai bacaan Alquran.
Dari beberapa metode di atas,
metode pembelajaran Alquran yang paling banyak digunakan orang sekarang adalah
metode campuran. Dari perkembangan metode campuran ini lahirlah metode Iqra,
dan metode-metode yang lainnya.
Khususnya pada metode Iqra,
pembelajaran membaca Alquran diajarkan secara bertahap dari jilid 1 sampai
jilid 6. Pembelajaran Alquran tersebut diawali dari memperkenalkan huruf-huruf
hijaiyah baik dari segi bunyinya, pelafalannya atau namanya. Semua dilakukan
secara bertahap yang sampai akhirnya dipandang mampu membaca Alquran ketika
telah berada di jilid 6.[28]
silakan baca juga artikel tentang Pentingnya Pendidikan Alquran dan Penguasaannya bagi setiap Individu Muslim, baca pula Alquran sebagai Sumber Inspirasi, serta Alquran dan Hadis sebagai Sumber Hukum Islam.
Ditulis oleh Abdul Helim.
Catatan : Artikel ini merupakan penggalan dari keseluruhan
tulisan Abdul Helim tentang Peranan Orang Tua dalam Pembelajaran Alquran di Lingkungan
Rumah Tangga.
[1]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1989, h. 667.
[2]Ibid.
[3]Ibid.,
h. 802.
[4]Ibid.,
h. 17.
[5]Daryanto
S.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Apolo, 1997, h. 24
[6]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Besar, h. 17.
[7]Sugiarso, Strategi Pembelajaran Kognitivistik: Kajian
Teoritik dan Temuan Empirik, Ponorogo: Reksa Budaya, 2004, h. 3.
[8]Ibid.
[9]M.
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran dan Tafsir,
Jakarta: Bulan Bintang, 1990, h. 1.
[10]Ibid.,
h. 2.
[11]St.
Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Semarnag : Asy-Syifa, 1994,
h. 6.
[12]Nasrun
Haroen, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1996, h. 20.
[13]Departemen
Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, Jakarta: Nala Indah, 2006, h.
820
[14]Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosdakarya, 2004, h.
135.
[15]Zakiah
Daradjat, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, h.
35.
[16]Abdullah
Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah-Kaidah Dasar,
Diterjemahkan oleh Khalilullah Ahmas dari buku asli yang berjudul
"Tarbiyatul Aulad fil Islam", Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, h.
210.
[17]Ibid.
[18]Henry
N. Siahaan, Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, Bandung: Angkasa, 1991, h.
ix.
[19]Sayyid
Ahmad Hasyimi, Mukhtar al-Hadits an-Nabawiyyah wa al-Hikam al-Muhammadiyyah,
Kairo: Dar al-Fikr. h. 112.
[20]Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, h. 160.
[21]Departemen
Agama RI, Alquran, h. 243.
[22]Departemen
Agama RI, Alquran h. 404.
[23]Pendidikan
Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 323.
[24]Departemen
Agama RI, Alquran h. 2.
[25]Abi
Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Jami'ushahih, …, h. 346.
[26]Malik
bin Anas, al-Muwaththa' li al-Imam Malik ibn Anas, Juz III.
Kairo: Dar ar-Rayyan, Tth, h. 240.
[27]Departemen
Agama RI, Pedoman Pengajian Alquran
bagi Anak-Anak, Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 1982,
h. 24-35.
[28]As’ad
Humam, Buku Iqra: Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an, Jilid 1-6,
Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional, 2000.
Read more: http://www.abdulhelim.com/2012/08/peranan-orang-tua-dalam-pembelajaran.html#ixzz2ENjR9eQV
Posting Komentar